Momentum Reformasi saat ini telah menginjak 10 tahun sejak bergulir di tahun 1998 lalu. Sejak era reformasi bergulir, ada beberapa capaian pemerintah yang berhasil dilakukan. Namun demikian, Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan internal bangsa. Beberapa diantaranya adalah tingginya angka kemiskinan, pengangguran, dan angka anak putus sekolah, banyaknya bencana alam, meningkatnya kerusakan lingkungan, lemahnya penegakan hukum, yang artinya hukum yang lebih banyak memihak kepada penguasa dan pemilik modal ketimbang kepada rakyat banyak, dan masih banyaknya kasus-kasus korupsi yang tidak atau belum tuntas, serta adanya krisis kepemimpinan.
Pada tahun 2008 lalu dunia dan kita semua tentunya telah mengetahui apa yang telah terjadi di belahan benua Amerika, pergantian kepemimpinan yang dulu dipegang oleh George W. Bush yang oleh sebagian pihak khususnya beberapa organisasi Islam dianggap tidak berlaku adil terhadap negara Irak, sekarang telah beralih ke tangan seorang Demokrat yaitu Barack Hussein Obama yang diharapkan membawa kebijakan-kebijakan yang lebih baik dari presiden sebelumnya dengan mengusung bendera perubahan dan HAM. Kenyataan tersebut telah membuktikan bahwa kepemimpinan adalah suatu unsur yang mutlak dan harus ada dalam suatu penyelenggaraan negara sehingga kapasitas dan kapabilitas seorang pemimpin haruslah dapat mengaktualisasikan keinginan rakyat dan negaranya.
Dalam sistem ketatanegaraan kita pun sebentar lagi akan menghadapi prosesi demokratisasi publik yaitu Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada bulan Juli 2009. Untuk menghadapi pesta demokrasi tersebut kita semua hendaknya dapat belajar dari pengalaman reformasi kita, ada yang merasa agenda reformasi sudah selesai karena mantan presiden Soeharto telah lengser, ada kelompok yang ingin agar proses demokrasi tercapai tidak hanya sekedar dorongan, namun tidak ada komitmen selanjutnya, dan ada lagi kelompok yang tidak puas dengan keduanya namun tidak memiliki visi yang jelas selain “menganggu” proses yang sudah berjalan, dengan selalu mengatakan keadaan lebih baik di masa lalu.
Melihat kenyataan seperti ini, pekerjaan untuk menjalankan agenda reformasi menjadi lebih berat, padahal kondisi yang kondusif amat diperlukan bagi bangsa kita yang masih berjalan menyempurnakan seluruh sistem negara kita dengan baik.
Namun kita tidak boleh putus asa, kita harus terus melakukan regenerasi, sehingga penerusan idealisme kebangsaaan yang murni terus berlangsung. Dengan komitmen yang kuat, Pemilu 2009 bisa lebih jauh berkualitas sehingga keinginan bangsa kita menghasilkan pemimpin nasional di masa depan dapat tercapai.
Di masa kini, di era Reformasi, faktor kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting karena di tangan pemimpin lah tujuan reformasi dapat dicapai atau malah semakin jauh dari tujuannya. Kita semua menyadari akan perlunya rekonstruksi menyeluruh atas kepemimpinan nasional. Kita tidak boleh terus mencetak penguasa tapi bukan pemimpin.
Tantangan kepemimpinan Indonesia tidak terlepas dari tantangan Indonesia di masa depan. Hal ini dinyatakan dalam Ketetapan MPR nomor VII tahun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan. Dalam Ketetapan MPR tersebut dijabarkan tujuh poin tantangan masa depan, yaitu tahun 2020, yaitu:
Pertama mengenai pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan negara. Sesuai dengan UUD 1945, kita semua menyepakati bahwa negara kita berbentuk negara kesatuan (Republik Indonesia). Oleh karena itu, keutuhan dan integrasi bangsa tidak boleh ditawar-tawar lagi. Hal ini menjadi lebih berat karena masyarakat kita yang majemuk dengan berbagai ras dan suku bangsa di dalamnya, namun hal itu semestinya harus dihadapi karena merupakan komitmen kita bersama.
Kedua yaitu sistem hukum yang adil. Dalam UUD 1945 telah pula ditambahkan mengenai hal yang berkenaan dengan hak asasi manusia. Konsekuensinya, hukum yang adil adalah hukum yang menghormati hak-hak asasi manusia tanpa memandang latar belakang posisi atau kedudukan. Indonesia sebagai negara hukum wajib menegakkan hukum yang adil bagi seluruh komponen bangsa tanpa memihak satu kelompok. Hal ini juga telah disinggung pada paparan di atas bahwa masyarakat selalu merasa dikorbankan untuk kepentingan pemilik modal dan penguasa. Ini merupakan tantangan untuk Indonesia, terutama setelah poin mengenai hak asasi manusia telah tercantum dalam hukum dasar tertinggi negara ini yaitu UUD 1945.
Ketiga ialah sistem politik yang demokratis. Dengan pencapaian besar Indonesia dalam memilih langsung presidennya, saat ini kita masih menata kehidupan politik kita untuk sistem politik yang lebih demokratis. Partisipasi masyarakat juga ditunjukkan pada banyaknya partai politik setelah dimasa lalu hanya dibatasi dengan 3 parpol saja.Proses perubahan UUD 1945 yang dilakukan ternyata masih dianggap belum komprehensif sehingga kedepannya ini juga menjadi salah satu agenda terbesar kita, karena ada hambatan disana-sini setelah UUD hasil amandemen dijalankan. Namun semuanya memang wajar karena proses perubahan politik memerlukan waktu dan penyesuaian karena kita telah terbiasa selama 32 tahun dengan sistem politik yang lama.
Keempat adalah sistem ekonomi yang adil dan produktif. Yang dimaksudkan adil adalah ekonomi yang memihak kepada rakyat. Indonesia ternyata diketahui masih tergantung dengan pihak asing untuk kebutuhan dasarnya. Apabila hal ini tidak disiasati oleh pemimpin di masa yang akan datang, gejolak sosial tentu akan terjadi. Ke depan kita harus memperkuat sistem ekonomi kita sendiri, yang independen, swasembada keperluan pangan kita dan bebas tekanan pihak lain.
Yang kelima adalah sistem sosial budaya yang beradab. Dengan keragaman suku dan adat istiadat di Indonesia, budaya yang beradab amat diperlukan sehingga akan tercipta perdamaian, tenggang rasa dan saling menghormati antara budaya yang satu dengan yang lain. Begitu pula dengan adanya keragaman agama. Apabila seluruh umat manusia memiliki adab, kita tentu tidak merasa lebih hebat daripada yang lain, namun menunjukkan sikap saling hormat dan setara antar satu pemeluk agama dengan agama atau kepercayaan yang lain.
Tantangan yang keenam yaitu, sumber daya manusia yang bermutu. Hal ini berkaitan dengan sistem pendidikan. Sejak jaman kemerdekaan, jumlah masyarakat yang melek huruf dan sadar artinya pendidikan semakin meningkat, dan ini akan menjadikan bekal bagi sumber daya manusia Indonesia. Di masa depan diharapkan para ahli pengelola sumber daya alam datang dari bangsa Indonesia sendiri, sehingga kita mampu memproduksi sendiri kebutuhan negara kita tanpa perlu mengimpor tenaga ahli dari negara lain.
Yang terakhir adalah tantangan globalisasi. Di era globalisasi, negara seakan hidup tanpa batas wilayah karena adanya kemajuan teknologi informasi, internet, dan transportasi. Informasi di wilayah lain dapat langsung dinikmati dalam hitungan menit, bahkan detik. Maka siapa yang tidak menguasai teknologi akan mengalami kemunduran. Untuk menghadapi ini, Indonesia haruslah mendorong peningkatan sumber daya manusia yang mumpuni, sekaligus pemimpin yang sadar akan kemajuan teknologi di era globalisasi saat ini.
Dengan berbagai tantangan di atas, pemimpin yang diharapkan hadir di Indonesia adalah pemimpin yang memiliki visi ke depan, intelektual dan tentunya memahami tantangan bangsa ke depan seperti yang telah disampaikan di atas. Pemimpin dalam hal ini tidak hanya presiden saja, tapi pemimpin dalam arti luas.
Sesuai dengan tema mengenai pemilihan presiden dan masa depan bangsa, dapat ditarik sebuah pertanyaan bagaimana pemimpin yang berdaulat secara ekonomi, politik, dan ketahanan itu? Kedaulatan bukanlah milik pemimpin semata, pemimpin yang baik justru pemimpin yang mampu membangun kemandirian bangsa serta mempertahankan kedaulatan bangsa bagi seluruh rakyat yang dipimpinnya, kedaulatan adalah milik rakyat, bukan milik pemimpin. Dalam hal ini yang dimaksud adalah kedaulatan maupun kemandirian di segala bidang. Pemimpin seperti ini mutlak kita perlukan.
Pemimpin wajib mempertahankan kedaulatan serta mampu membangun kemandirian bangsa. Ini sangat penting mengingat adanya keterkaitan antara kedaulatan dan kemandirian bangsa yang sangat erat. Kedaulatan bangsa menjadi semakin kokoh ketika bangsa tersebut mampu mandiri dan berdaya atas kemampuan yang dimilikinya sendiri. Ketika sebuah bangsa mampu berdaulat secara politis, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan pertahanan keamanan maka sudah sepatutnya bangsa tersebut mandiri dalam segala bidang kehidupan.
Indonesia adalah suatu negara yang memiliki potensi untuk menjadi negara besar. Aspek jumlah penduduk, luas wilayah, kekayaan sumber daya alam, kebhinekaan agama, etnis dan kultur, memberi peluang untuk berkembang menjadi besar. Tetapi, perjalanan bangsa ini, ibarat mendaki sebuah gunung yang terjal, tantangan selalu menghampiri dan mengancam perjalanan bangsa. Oleh karena itu, tidak saja diperlukan sikap yang berhati-hati, tetapi juga kesabaran, dan kebijakan (wisdom).
Founding fathers telah memperlihatkan karakter bangsa pejuang yang ulet dan hebat, yang menolak didikte dan merancang sendiri skenario masa depan bangsanya. Di sisi lain, kita prihatin bahwa sebagai suatu bangsa, tekad kita untuk menjadi bangsa yang mandiri kian merosot dan ketergantungan kita semakin meningkat. Kekurangan beras, solusinya impor beras, hingga kita pernah menjadi negara importir beras terbesar di dunia. Kekurangan gula solusinya juga impor, hingga sekarang kita mengimpor gula. Padahal untuk semua itu, dengan biaya yang lebih rendah, serta menghemat devisa, kita bisa membuat solusi dengan meningkatkan produksi. Utang luar negeri negara kita setiap tahun juga terus meningkat. Banyaknya devisa yang kita gunakan untuk membayar bunga dan cicilan pokok utang luar negeri telah mengurangi kemampuan negara untuk melakukan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat dan menekan nilai rupiah.
Semangat Sumpah Pemuda dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah pemyataan politik untuk menjadi bangsa yang merdeka dan mandiri. Bung Karno menegaskannya dalam Pidato Trisakti tahun 1963; Berdaulat secara politik, Berdikari secara ekonomi, dan Berkepribadian secara sosial budaya. Negara yang berhasil membangun kemandiriannya akan menumbuhkan kebanggaan pada warganya dan mendorong mereka berprestasi maksimal bagi kemajuan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Dengan kemandirian itulah eksistensi suatu bangsa dan standar kesejahteraan yang tinggi bagi setiap warganya akan terjamin. Membangun kemandirian bangsa di era sekarang juga berarti meningkatkan integritas dan kapabilitas bangsa untuk dapat secara cerdas menentukan pilihan dan mewujudkan cita-cita membangun negara modern yang bertumpu pada kemampuannya sendiri, dengan memanfaatkan dinamika dunia yang semakin didorong maju oleh proses globalisasi.
Terkait dengan pembangunan kedaulatan bangsa maka Indonesia sebagai negara demokratis yang kedaulatannya berada di tangan rakyat telah dengan tegas menyatakan hal ini di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2) : “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Dengan pernyataan ini maka semakin tegaslah bahwa pemerintah memperoleh kedaulatannya dari rakyat dan mandat ini sarat akan pesan bahwa kedaulatan ini harus dilaksanakan pemerintah atas kehendak rakyat (common will). Makna kedaulatan rakyat merupakan pemaknaan yang luas dan mendalam bahwa pemerintah khususnya dan bangsa umumnya merupakan perwujudan dan kedaulatan yang diberikan rakyat. Pemerintah berkewajiban dalam hal ini untuk melaksanakan mandat rakyat dalam upaya untuk memajukan dan mensejahterakan kehidupan rakyat.
Kemudian pada sila ke-4 Pancasila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” mengisyaratkan bahwa kedaulatan yang dimiliki bangsa Indonesia adalah kedaulatan yang mengemban semangat rakyat untuk berdemokrasi dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kepentingan bangsa dan negara harus ada di atas kepentingan pribadi atau golongan, yang ini diimplemetasikan dalam semangat musyawarah dan terwakili dalam lembaga/badan perwakilan rakyat. Perwujudan kedaulatan bangsa tidak hanya melalui peran wakil rakyat di lembaga negara. Tapi bentuk kedaulatan yang lain juga mengharuskan rakyat untuk berpartisipasi aktif di dalamnya. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Ini mencerminkan bahwa sekali lagi faktor rakyatlah yang memegang peranan kunci untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan bangsa.
Tidak kalah penting adalah upaya dalam membangun kedaulatan atas sumber daya alam mengingat penguasaan asing terhadap sumber daya alam yang semakin marak. Kedaulatan sumber daya alam mutlak diperlukan agar kita mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kedaulatan lain yang wajib kita pertahankan adalah kedaulatan budaya untuk menumbuhkan mentalitas bangsa yang bangga atas keberagaman dan kekayaan budaya sendiri. Kedaulatan budaya ini meliputi kekayaan intelektual yang dimiliki bangsa kita secara turun temurun. Jangan sampai kekayaan bangsa diklaim bangsa lain. Dengan demikian kedaulatan tidak hanya mencakup kedaulatan atas wilayah negara saja namun meliputi segala bidang kehidupan, baik politik, pertahanan keamanan, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya.
Membangun kemandirian dapat meliputi kemandirian ekonomi dan politik bangsa. Kemandirian ekonomi menjadi ujung tombak bagi mandirinya bangsa kita dari ancaman pihak asing. Kemandirian ekonomi ini juga harus diikuti dengan kemandirian politik yang kuat dari Pemerintah kita. Pemerintah harus memiliki independensi bebas dari pengaruh negara manapun dalam membuat dan menentukan kebijakan yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kemandirian dari segi ekonomi harus menjadi faktor yang ikut berperan dalam memperkuat kemandirian bangsa. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (2) : “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, dengan jelas menyatakan bahwasanya pemerintah harus berhati-hati dalam melakukan privatisasi terhadap industri yang berorientasi kepentingan nasional. Kemandirian ekonomi harus dibangun di atas sendi perekonomian nasional yang diselenggarakan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (4).
Terkait dengan pembangunan kemandirian bangsa dan kedaulatan bangsa, MPR telah merumuskan kebijakan yang dituangkan dalam Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan. Ketetapan tersebut dapat dijadikan acuan bagi pemimpin bangsa karena telah memberikan fokus dan arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masa depan yang lebih baik melalui upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara. Semua itu, bukanlah pekerjaan mudah, diperlukan adanya niat baik semua pemimpin bangsa maupun partisipasi aktif segenap komponen bangsa untuk membantu merealisasikan amanat tersebut.
Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa pembangunan kemandirian bangsa terkait dengan pembangunan kedaulatan bangsa. Kedaulatan bangsa dalam semua bidang harus ada dalam rangka menjamin tumbuhnya kemandirian bangsa Indonesia. Ketika kedaulatan bangsa atas sumber daya yang ada di dalamnya dapat kita jaga maka kemandirian bangsa dapat kita lakukan pula terhadap sumber daya tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut maka apabila dihubungkan dengan tantangan masa depan Indonesia yang disebutkan dalam Ketetapan MPR nomor VII tahun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2000 Tentang Pemantapan Persatuan Dan Kesatuan Nasional, pemimpin nasional Indonesia haruslah memiliki karakter antara lain sebagai berikut:
1. Mampu mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Pemimpin seperti ini akan mampu menerapkan nilai-nilai luhur melalui pendidikan formal, informal dan nonformal sehingga mampu memberi contoh keteladanan yang baik;
2. Dapat menjadi tokoh pemersatu bangsa;
3. Dapat diterima di seluruh rakyat, apapun latar belakang suku, agama ataupun pendidikannya;
4. Berkomitmen untuk menegakkan hukum dengan adil, misalnya terus menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang telah merugikan negara;
5. Mampu mengayomi seluruh rakyat dengan bersikap arif di era transisi politik ini. Pemimpin seperti ini hendaknya tidak hanya memikirkan kelompok atau partai politiknya saja, tapi terus berkomitmen untuk perbaikan bangsa secara utuh;
6. Berkomitmen untuk rakyat dalam bidang ekonomi. Hal ini memerlukan keberanian sang pemimpin tentu saja, namun apabila demi rakyat banyak terutama rakyat kecil, hal ini amat mungkin diwujudkan. Misalnya dengan kebijakan kenaikan bahan bakar minyak, perlu diupayakan kebijakan ini tidak membebani rakyat kecil, namun memberikan porsi lebih untuk BBM yang digunakan masyarakat yang lebih mampu secara finansial dan memiliki kendaraan mewah;
7. Mengedepankan solidaritas sosial budaya. Dengan keragaman suku bangsa yang dimiliki Indonesia, dan rasa primordialisme yang masih kental, tugas pemimpin lah sebagai model agar segala sesuatu didasarkan atas kinerja seseorang dan bukan atas latar belakang suku dan agamanya. Dengan hal ini maka tindakan nepotisme bisa berkurang;
8. Berkomitmen tinggi terhadap pendidikan. Pemimpin Indonesia di masa depan, selayaknya terus mendorong anggaran pendidikan 20% yang sudah ditentukan oleh UUD 1945;
9. Komitmen untuk globalisasi yang arif. Berdasarkan hal ini, pemimpin harus mendorong percepatan informasi namun kearifannya mampu dengan bijak mengadopsi kemajuan teknologi untuk masyarakat yang lebih cerdas.
Demikianlah tulisan pendek mengenai Kepemimpinan Bangsa, Tantangan dan Solusi Pemecahannya yang dapat disampaikan, mudah-mudahan figur-figur kepemimpinan yang baik untuk bangsa ini akan kembali tercipta. Amin.